Pada 2018, tirto menyampaikan laporan bahwa sekitar 80 persen penyakit menular pada manusia bersumber dari hewan. Namun, pada dekade sebelumnya, banyak penyakit mematikan di penjuru dunia yang dapat menular antara hewan ke manusia ataupun sebaliknya, seperti rabies, Zika, Ebola, dan Flu Burung. Lebih jauh lagi, kita bisa merunut hingga pandemi Flu Spanyol 1918 yang juga pernah menyebar ke beberapa kawasan Di Hindia Belanda. Kejadian ini barangkali baru kita pahami dan menjadi tidak asing lagi ditelinga kita saat merebaknya pandemi COVID-19.
Penyakit menular tersebut (zoonosis) ditimbulkan oleh berbagai penyebab, baik dari kebersihan lingkungan, urbanisasi, kesehatan hewan, perubahan ekologi, dan lainnya. Jika melihat lebih luas, penyebaran penyakit ini memiliki mata rantai yang panjang, kompleks, dan tidak bisa dianggap enteng. Menurut Farida Camallia, penasihat teknis Food and Agriculture Organization (FAO) yang dilansir dari tirto.id, kerusakan ekosistem maupun hutan di negara-negara tropis mempercepat penyebaran transmisi virus dari hewan ke manusia karena rusaknya rantai makanan dalam sebuah ekosistem.
Bagaimana dunia dan Indonesia mengatasi permasalahan ini? Kacau dan lambannya penanganan awal pandemi kemungkinan besar karena tidak adanya kebijakan publik maupun kebijakan kesehatan dalam satu sistem yang bisa diterapkan secara global. Proses pengambilan kebijakan pun masih terkesan tanggung dan diserahkan pada tiap sektor untuk menentukan langka strategis. Dengan melihat sejarah panjang infeksi virus dari hewan ke manusia, pola peristiwa yang berulang, maka perlu adanya sistem untuk menangani masalah kesehatan dan penyebaran zoonosis secara global secara komprehensif. Sejak 2017, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merancang dan mengenalkan konsep One Health, yakni pengoptimalan praktik kesehatan manusia, hewan, dan keseimbangan ekosistem secara berkelanjutan. Konsep ini melibatkan multi disiplin ilmu, seperti dokter, dokter hewan, epidemiolog, ahli gizi, ilmuwan sosial, maupun ahli ekologi untuk mewujudkan kesehatan masyarakat yang lebih holistik.
Interseksi kesehatan tersebut pertama kali tercetus atas inisiatif Calvin Schwabe, ahli epidemiologi dari Amerika Serikat pada 1984 dengan istilah One Medicine untuk mengatasi zoonosis. Kemudian, konsep ini dibawa oleh Wildlife Conservation Society (WCS) bersama FAO, WHO, dan Centres for Disease Control and Prevention (CDCP) menjadi wacana global melalui konferensi One World pada 2004. Konferensi tersebut menghasilkan 12 rekomendasi (Manhattan Principles) yang bertujuan untuk pencegahan, pengendalian, serta mitigasi penyakit dengan jangkauan yang lebih luas.
Transformasi keilmuan maupun teknologi yang melintasi batas ruang dan waktu membuat proses perumusan keamanan kesehatan global ini penting untuk mencegah pandemi lebih dini, efisien, dan menghemat anggaran pada masa mendatang. Ketiga aspek yang menjadi tujuan konsep One Health ini memobilisasi berbagai lapisan masyarakat untuk turut andil mendorong kesejahteraan, mengatasi ancaman kesehatan dan berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan.
Sistem One Health yang terintegrasi ini diharap mampu menanggulangi 60 persen penyakit yan berasal dari hewan. Dan membantu negara-negara di dunia untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan pandemi lainnya pada masa mendatang. Namun, yang juga perlu diingat selain perumusan kebijakan dan pengkajian kesehatan publik adalah menyampaikan hal tersebut kepada khalayak secara tepat agar tidak menyebabkan kerancuan di masyarakat. Dari pandemi COVID-19 kita banyak belajar untuk memperbaiki sistem kesehatan secara menyeluruh. Dan di masa mendatang, permasalahan kesehatan tidak lagi menjadi permasalahan medis saja, melainkan juga permasalahan pada bidang lain. Seperti pengambilan kebijakan kesehatan, pengaturan anggaran, dan ilmu kesehatan itu sendiri. Jadi, apakah kamu tertarik untuk mengambil peran?
Referensi:
https://tirto.id/penggundulan-hutan-jadi-pemicu-penyakit-menular-baru-pada-manusia-cGcg
https://www.onehealthcommission.org/en/
http://www.oneworldonehealth.org/sept2004/owoh_sept04.html
https://blogs.worldbank.org/voices/staying-focused-one-health-prevent-next-pandemic
(Pijar/Khumairoh)
|
Jakarta Office:
Jalan Taman Patra III No. 2 Kuningan, Jakarta Selatan 12950
|
|
Yogyakarta Office:
Jl. Dewi Sartika No. 9, Terban, Kec. Gondokusuman, Yogyakarta 555223
|
|
hello@pijarfoundation.org |
Mari berkolaborasi, ciptakan masa depan yang berkelanjutan & berkesetaraan!
|
|
|
Terus terhubung dengan masa depan melalui Pijar. Mari berkolaborasi, mari menjadi Pijarian!