Persoalan Sampah Bukan Perkara Warga Kota Saja

Persoalan Sampah Bukan Perkara Warga Kota Saja

  • Admin Pijar Foundation
  • 6 Juni 2022
  • Pikiran Kami

Perkara sampah selalu berkaitan erat dengan aktivitas produksi dan konsumsi sepanjang sejarah umat manusia. Aktivitas tersebut kemudian membangun pemahaman masyarakat mengenai konsep kesehatan publik dan higienitas di kawasan perkotaan.

Mari kita menilik pada kurun waktu yang lebih lama. Sampah mulai menjadi permasalahan sejak munculnya praktik urbanisasi dan industrialisasi abad-19 di Eropa dan Amerika. Adam W. Rome, sejarawan lingkungan Amerika memaparkan bahwa perkembangan kota beserta penambahan kepadatan penduduknya berdampak pada naiknya produksi sampah sehari-hari yang dapat mencemari tanah, udara, maupun air dari sungai hingga lautan.

Dengan adanya modernisasi yang masif sejak awal abad-20, permasalahan sampah kemudian tidak hanya eksklusif di kota-kota Eropa maupun Amerika. Namun perlu diingat kembali, bahwa isu sampah kini telah menjadi permasalahan di seluruh penjuru dunia, tidak hanya kawasan kota saja melainkan juga kawasan pesisir maupun pedesaan.

Untuk mengerem laju akumulasi sampah di TPA, berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak. Ada beberapa inovasi pengelolaan sampah seperti belasan ribu bank sampah yang tersebar di seluruh Indonesia, pengomposan yang dipadukan dengan pertanian swadaya, dan transformasi energi dari sampah menjadi pembangkit listrik seperti yang sedang diupayakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 

Inisiatif-inisiatif tersebut ditujukan untuk mendorong penerapan ekonomi sirkular, sebuah sistem yang dikenalkan oleh Dame Ellen MacArthur untuk memperpanjangan masa guna barang melalui sistem regeneratif seperti penggunaan ulang (reuse), pengurangan (reduce), pengembalian (recycle), recover, revalue (5R). Prinsip ini merupakan terobosan dari praktik ekonomi linear yang destruktif, sebab dalam prosesnya siklus bahan baku terbatas pada ambil, buat, dan buang. Perubahan tersebut ditujukan agar tercipta kesejahteraan masyarakat, kesetaraan, dan mengurangi resiko lingkungan selama pengolahan dan pembuangan sampah.

Sementara itu, prinsip ekonomi sirkular tak akan menimbulkan perubahan yang berdampak sepanjang kita masih menyepelekan masalah sampah. Perihal sampah semestinya bukan lagi sebatas pada pemahaman kebersihan lingkungan, melainkan bagaimana kita memperlakukan sampah dan kesadaran kolektif untuk mengelolanya.

Jika benar demikian, maka tawaran jalan keluar permasalahan sampah melalui penerapan ekonomi sirkular, atau pengelolaan sampah berkelanjutan semestinya juga menggandeng masyarakat yang tinggal di kawasan desa.

Saat ini, terdapat 98 kota dan 416 kabupaten yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia. Dengan perbandingan jumlah angka kabupaten dan kota tersebut, puluhan ribu desa di tanah air bisa terlibat dalam perwujudan agenda nasional Sustainable Development Goals (SDGs Desa).

Di Bali misalnya, terdapat organisasi masyarakat Merah Putih Hijau (MPH) yang bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten setempat. Mereka fokus mengajak desa-desa untuk menerapkan pengelolaan sampah berkelanjutan. Dari sepuluh desa dan kelurahan binaan MPH, dua desa diantaranya telah berhasil menjadi desa percontohan pengelolaan sampah secara mandiri.

Dengan begitu, penanganan sampah bersifat inklusif. Dan kita tidak lagi memposisikan desa sebagai kawasan yang terpinggirkan dalam penanganan sampah nasional.

Mengurai Sampah dengan Kolaborasi Multipihak

Penanganan sampah yang sudah terlanjur lama mendarah daging ini jauh dari kata selesai apabila jika dilakukan oleh satu pihak saja. Untuk menangani permasalahan sampah yang terlanjur menumpuk, perlu adanya Integrated Sustainable Waste Management (ISWM), dalam artian pengelolaan sampah bisa ditangani jika prosesnya dilakukan secara menyeluruh dari hulu ke hilir.

Sistem yang dikenalkan oleh Arnold van de Klundert, seorang aktivis LSM lingkungan Belanda ini ini sudah diterapkan berbagai kota di belahan dunia untuk mengurai permasalahan sampah mereka. Penanganan dari hulu hingga hilir ini tentu melibatkan banyak pihak, baik dari pemangku kepentingan, penentuan mekanisme pengolahan limbah yang jelas dan terpadu, serta aspek pendukung yang meliputi; finansial, lingkungan, kebijakan, lembaga, sosial-budaya, hingga permasalahan teknis lainnya.

Sudah sewajarnya apabila penanganan sampah memerlukan perubahan struktural. Bukan hanya membebankan pada individu saja, melainkan peran kolektif untuk menuju zero waste ini juga perlu diprioritaskan. Pelibatan multipihak membuka peluang agar semua orang dapat ikut serta dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan sesuai dengan peran masing-masing.

Pertama, peran institusi pemerintah sangat penting dalam ranah perumusan dan penetapan kebijakan mengenai sampah. Hingga saat ini, produk perundangan pengelolaan sampah telah diatur sejak terbitnya UU no. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dan terus diperbaharui secara berkala seiring bertambahnya ragam serta volume sampah nasional, misalnya peta jalan penanganan sampah laut (Perpres no. 83 Tahun 2018), regulasi pengurangan sampah oleh produsen (Permen LHK no. P 75 Tahun 2019), dan pengelolaan sampah secara komprehensif (Permen LHK no. 14 Tahun 2021).

Kedua, salah satu kendala dalam penanganan sampah adalah besaran biaya yang harus dikeluarkan. Anggaran pengelolaan sampah di beberapa daerah hingga saat ini bahkan kurang dari 1 persen dari Anggaran Pendanaan dan Belanja Daerah (APBD). Padahal, investasi untuk pengelolaan sampah ini diperkirakan mencapai angka $18,4 miliar dalam kurun waktu 2017-2040. Kerja sama dengan sektor swasta ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan inovasi teknologi pengurai sampah atau memangkas pendanaan yang bersumber dari APBD.

Ketiga, agar penguraian masalah sampah ini tidak berhenti di kalangan masyarakat tertentu, maka diperlukan peran-peran komunitas atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk menjangkau masyarakat akar rumput. Komunitas berperan untuk menyampaikan kampanye-kampanye semacam zero waste atau melakukan pendampingan 5R di ranah rukun warga atau lingkup lokal mulai dari pemilihan hingga pengolahan. Kampanye dan pendampingan ini dapat membangun kesadaran kolektif masyarakat mengenai pentingnya penanganan sampah saat ini.

Dengan begitu, sistem pengelolaan sampah nasional berbasis data yang telah terintegrasi dan dilakukan oleh multipihak, maka persoalan sampah ini diharapkan dapat menyelesaikan 70% penanganan sampah dan 30% target pengurangan guna mewujudkan Indonesia bersih pada 2025 mendatang.

Jakarta Office:
Jalan Taman Patra III No. 2 Kuningan, Jakarta Selatan 12950
Yogyakarta Office:
Jl. Dewi Sartika No. 9, Terban, Kec. Gondokusuman, Yogyakarta 555223
hello@pijarfoundation.org

MEDIA SOSIAL

Mari berkolaborasi, ciptakan masa depan yang berkelanjutan & berkesetaraan!

Facebook
Instagram

BERLANGGANAN

Terus terhubung dengan masa depan melalui Pijar. Mari berkolaborasi, mari menjadi Pijarian!