Indonesia Bersih Melalui Ekosistem Tata Kelola Sampah yang Sehat

Insights
Apr 20, 2022

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), total sampah nasional pada tahun 2021 mencapai 68,5 juta ton, dimana 17 persen atau 11,6 juta ton adalah sampah plastik. Diprediksikan jumlah sampah akan terus meningkat, disebabkan oleh terus meningkatnya laju pertumbuhan penduduk bumi juga urbanisasi. Beberapa negara maju sudah menjadikan sampah sebagai bagian penting dari industri – khususnya industri pengelolaan dan pemanfaatan kembali. Namun, tidak semua negara melakukan hal tersebut dan masih banyak negara yang mengalami kesulitan dalam penanganan sampah. Bagaimana dengan Indonesia?

Ketika kita berbicara tentang masalah sampah, terkadang sampah seolah tak lagi menjadi masalah saat sudah diangkut ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Faktanya, masalah sampah tidak berhenti di TPS ataupun di TPA, karena timbunan sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menumpuk dan menimbulkan masalah baru. Secara nasional, indeks kinerja pengelolaan sampah masih kurang dan hanya delapan (8) Kabupaten / Kota yang termasuk dalam kategori baik. Selain itu, menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, lebih dari 28 persen sampah di Indonesia masih tidak terkelola.

Sampah yang tidak terkelola berpotensi menyebabkan penurunan kualitas lingkungan karena menjadi sumber pencemaran. Sementara sampah yang dikelola dengan cara tidak benar, seperti pembakaran manual menjadi salah satu penyumbang pencemaran udara. Perlu adanya edukasi lebih kepada masyarakat tentang manfaat pengelolaan sampah yang dilakukan secara tepat, terutama karena masih lebih dari 72 persen masyarakat Indonesia yang tidak peduli sampah. Edukasi dapat meliputi manfaat ekonomis dari pengelolaan sampah yang tepat, di antara lain, menjadikan sampah sebagai media pembibitan, pupuk organik, atau kerajinan tangan yang unik.

Salah satu contoh TPA dengan sistem tata kelola sampah yang baik adalah TPA Sampah Manggar di Balikpapan, Kalimantan Timur. Saat peresmian oleh Presiden Joko Widodo pada Desember 2019, TPA Sampah Manggar disebut sebagai “pemrosesan akhir sampah yang terbaik di Indonesia”. Dengan kapasitas pengolahan sampah mencapai 420 ton/hari, kinerja TPA ini mampu mengurangi emisi karbon dioksida sejumlah 340 ton setiap harinya. Selain itu, pemrosesan sampah sudah 20 persen dimulai dari rumah dan tidak semua dibuang di TPA. Salah satu inovasi dari pembangunan TPA Sampah Manggar adalah pemanfaatan gas metana (methane) dari sampah sebagai sumber listrik untuk lokasi.

Ekosistem pengelolaan sampah yang baik diperlukan untuk mewujudkan Indonesia yang bersih, seperti yang dilakukan oleh TPA Sampah Manggar. Kapasitas pengelolaan sampah di Kabupaten / Kota masih rendah dan terpaku pada pola lama, yaitu pola linear yang melibatkan kumpul-angkut-buang. Tata kelola sampah yang maksimal harus mengadopsi konsep ekonomi sirkuler, atau memanfaatkan nilai ekonomi sampah melalui penerapan 3R: reduce, reuse, recycle. Untuk mencapai tata kelola sampah nasional yang lebih bagus, perlu adanya perubahan dari berbagai komponen, yakni dukungan regulasi serta penegakan hukum; kemitraan pengelola; sarana prasarana; serta anggaran yang memadai.

Peran pemerintah sangat penting untuk mengubah regulasi, dengan tujuan menyadarkan masih abainya masyarakat terhadap isu sampah dan mendorong partisipasi mereka dalam pengelolaan, serta pemilahan sampah. Diharapkan dengan adanya regulasi, proses pemilahan sampah di level rumah tangga dapat ditingkatkan, sebab hal ini sangat mempengaruhi proses pengolahan sampah di TPS maupun TPA. Sebab, sampah yang telah dipilih dapat didaur ulang sesuai kategori, sementara kecil kemungkinan memanfaatkan sampah yang telah tercampur.

Selain itu, penguatan regulasi mengenai sistem retribusi sampah juga diperlukan. Tujuannya tidak lain untuk meningkatkan upah bagi pekerja pengumpul sampah agar layak dan mengoptimalkan program-program pengelolaan sampah di TPA. Perubahan sistem retribusi menjadi berbasis volume dari rumah tangga yang berkeadilan juga dapat meningkatkan pendapatan untuk pengelolaan sampah yang lebih optimal.

Aspek berikutnya mengenai peluang kerjasama dengan lembaga swasta, sehingga tanggung jawab pengelolaan sampah tidak hanya dalam pada pemerintah. Khususnya, jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum mencukupi, perlu adanya kerjasama dengan sektor swasta dan komunitas untuk tetap dapat mengelola sampah. Program pengelolaan sampah juga bisa mendapat mitra industri yang memiliki program Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang pengolahan sampah sehingga penggunaan teknologinya dapat lebih variatif.

Dukungan dari segi regulasi serta penegakan hukum,  kemitraan pengelola, sarana prasarana, serta anggaran sangatlah penting mengingat beragamnya program pengelolaan sampah di level TPS maupun TPA. Tantangan sebagai lembaga perintis pengelola sampah adalah mengubah mindset masyarakat agar ikut andil mengelola sampah. TPS maupun TPA yang melakukan sosialisasi pengolahan sampah pada masyarakat bisa menjadi contoh dengan mengimplementasikan program di wilayah masing-masing dan hasilnya dapat menjadi bukti sehingga masyarakat tidak hanya mengenal teori namun dapat melihat praktik dan aksinya.

Pengelolaan sampah sebenarnya tidak hanya mengandalkan program di TPS maupun TPA, namun bisa dimulai dari level rumah tangga, contohnya melalui pemilahan sampah di level warga. Selain itu, beberapa teknologi tepat guna yang bisa diaplikasikan untuk mengelola sampah misalnya membuat biodigester sampah organik untuk menghasilkan gas metana. Gas ini bisa dialirkan ke kompor rumah tangga sebagai pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG), atau gas minyak cair.

Membenahi tata kelola sampah nasional adalah tugas kita bersama. Manajemen struktural dan kelembagaan yang rapi akan menarik mitra untuk menjalin kerjasama. Hal ini sangat mungkin karena demand untuk produk dengan bahan baku sampah yang tinggi sementara supply dari lembaga pengelola yang telah terstruktur masih sedikit. Pemerintah sebagai pembuat dan penegak kebijakan, diharapkan semakin menunjukkan keseriusan dalam pengelolaan sampah dan juga penerapan ekonomi sirkuler untuk mengurangi sampah. Jika seluruh stakeholder memaksimalkan peran mereka, maka ekosistem tata kelola sampah yang kondusif dapat terwujud sehingga sampah bukan lagi lubang masalah namun ladang yang juga membawa manfaat.

Author: Isti’anatul Muflihah

Editor: Indira Zahra-Aridati, public policy analyst and policy manager at Pijar Foundation

Recent Posts

Trilema Bakal Calon Presiden Indonesia 2024, Trilema Energi

Opini oleh Huud Alam, Enterprise Implementation Specialist di Zeroe dan Fellow di Global Future Fellows on Energy. Artikel pertama kali dipublikasikan oleh CNBC. Suasana jelang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 terasa semakin hangat. Masyarakat...

Towards an equitable EU–ASEAN green deal

Written by Brasukra G Sudjana, Vriens and Partners, and Cazadira F Tamzil, Pijar Foundation. Originally published in the East Asia Forum  The European Green Deal has caused concerns among emerging markets, especially ASEAN member states. The Green Deal is an array of...

Menciptakan Ekosistem Berkelanjutan bagi Cendekia-Wirausaha

Opini oleh Ruth Angela Christie Kirana, Manajer Program Lestari. Artikel dipublikasi pertama kali oleh CNBC. Jalan menuju Generasi Emas 2045 akan dipenuhi dengan disrupsi. Oleh karena itu, para pemikir muda yang berjiwa wirausaha sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan...