Membangun Infrastruktur Keamanan Siber di Indonesia

Insights
May 24, 2022

Ketika kemudahan untuk berbelanja, mengakses jasa pesan antar, bertransaksi, dan mengirim data berada dalam satu genggaman gawai yang dikendalikan oleh teknologi informasi, maka isu mengenai keamanan data digital pun juga perlahan muncul. Era disrupsi yang disokong serba internet (Internet of Things) ini telah mengubah bentuk layanan dan perilaku kita di abad informasi mulai hari ini. Untuk itu, perlu adanya infrastruktur untuk menjamin keamanan siber di Indonesia pada era digital ini.

Adanya pandemi COVID-19 turut mempercepat pergeseran hampir seluruh lini ke ranah digital. Misalnya saja dengan adanya kebijakan work/study from home atau saat ini bisa kita sebut bekerja dari mana saja. Hingga Januari 2022, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 204,7 juta  atau setara dengan 73,7% total populasi masyarakat Indonesia. Menurut Kepios, angka pengguna internet tersebut meningkat sebanyak 2,1 juta pengguna antara tahun 2021-2022. Peningkatan frekuensi kerja secara digital ini semakin mengakumulasi data individu, bisnis, hingga milik instansi negara. Di sisi lain, kerentanan terhadap keamanan teknologi informasi digital (siber) semakin meningkat.

Maraknya pencurian data, peretasan situs-situs milik negara, sabotase jaringan, maupun kegiatan lainnya yang dilakukan secara ilegal memiliki potensi kerugian secara material maupun immaterial. Serangan siber ini bisa saja meningkat tiap tahunnya. Sepanjang 2021, Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) mencatat kurang lebih 1,6 miliar serangan siber dan memproyeksikan potensi kerugian ekonomi yang mencapai 14,2 triliun.

Untuk itu, perlu adanya perhatian lebih terhadap strategi perlindungan keamanan sistem, jaringan, dan program digital nasional (cyber security) guna menekan kerugian-kerugian tersebut. Selain itu, terbentuknya keamanan siber di era digital dapat turut serta memberikan rasa aman, menjaga kerahasiaan, juga menjamin ketersediaan informasi. Hal tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi individu saja, melainkan juga beragam institusi lintas sektoral.

Melansir dari laman cyberthreat.id, 2020, Direktur Proteksi Ekonomi Digital BSSN, Anton Setiyawan menjelaskan bahwa kebutuhan sumber daya manusia untuk keamanan siber  di tanah air mencapai 18 ribu tenaga ahli. Tidak menutup kemungkinan bahwa pada masa mendatang, jumlah tenaga keamanan digital dan analisis keamanan semakin banyak dibutuhkan.

Namun, untuk membangun infrastruktur keamanan siber yang utuh, perlu adanya aspek lain yang dijalankan secara selaras. Pertama, ketahanan siber nasional juga membutuhkan regulasi keamanan digital. Hingga saat ini, payung hukum BSSN berdasar pada UU 1 tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang sempat mengalami revisi pada 2016. Namun, regulasi tersebut perlu diperkuat mengingat gelombang arus digital yang semakin pesat dan keamanan aplikasi semestinya dijadikan prioritas. Pakar keamanan siber, Pratama Persadha, menekankan bahwa pemerintah perlu segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) serta Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (UU KKS) sebagai payung hukum untuk kemudian hari.

Kedua, saat ini ada pepatah yang mengatakan bahwa data is the new oil, sebuah ladang minyak baru yang dapat dieksplorasi dan dijadikan sebagai bahan baku baru. Untuk mengelolanya, diperlukan peran sumber daya manusia sebagai operator teknologi, mengatur pengembangannya agar tidak saling tumpang tindih, pun perlu adanya transfer ilmu pengetahuan mengenai keamanan dalam menggunakan teknologi kepada masyarakat luas. Saat ini, pelatihan keterampilan digital forensik maupun manajemen operasi sistem sangat diperlukan mengingat permasalahan siber bergerak sangat cepat dan dinamis.

Meskipun demikian, pengetahuan mengenai keamanan siber barangkali tersebar di berbagai platform dan tidak hanya didapat dari jalur pendidikan formal saja, maka perlu cara-cara kreatif untuk mendapatkannya. Mengingat perkembangan teknologi yang semakin dinamis di ranah global.

Ketiga, produk teknologi keamanan digital juga memiliki peran penting dalam infrastruktur keamanan siber. Google misalnya, sebagai perusahaan berbasis internet dan data, mereka juga mengembangkan infrastruktur teknologi keamanan untuk melindungi data penggunanya.

Tiga elemen infrastruktur tersebut hingga saat ini masih berbenah dan dalam tahap pengembangan untuk menciptakan keamanan siber nasional secara lebih komprehensif. Menurut kalian, bagaimana keamanan data di Indonesia saat ini?

Recent Posts

Trilema Bakal Calon Presiden Indonesia 2024, Trilema Energi

Opini oleh Huud Alam, Enterprise Implementation Specialist di Zeroe dan Fellow di Global Future Fellows on Energy. Artikel pertama kali dipublikasikan oleh CNBC. Suasana jelang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 terasa semakin hangat. Masyarakat...

Towards an equitable EU–ASEAN green deal

Written by Brasukra G Sudjana, Vriens and Partners, and Cazadira F Tamzil, Pijar Foundation. Originally published in the East Asia Forum  The European Green Deal has caused concerns among emerging markets, especially ASEAN member states. The Green Deal is an array of...

Menciptakan Ekosistem Berkelanjutan bagi Cendekia-Wirausaha

Opini oleh Ruth Angela Christie Kirana, Manajer Program Lestari. Artikel dipublikasi pertama kali oleh CNBC. Jalan menuju Generasi Emas 2045 akan dipenuhi dengan disrupsi. Oleh karena itu, para pemikir muda yang berjiwa wirausaha sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan...