Pemuda sebagai Mitra Kebijakan

Insights
Apr 19, 2023

Opini Oleh Cazadira Fediva Tamzil, Direktur Kebijakan Publik Pijar Foundation. Pertama kali di terbitkan di Kompas.id.

Pelantikan Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo pada 3 April 2023 membawa efek kejut untuk ranah kepemudaan Indonesia. Mengusung kekuatan representasi sebagai kaum milenial dan menteri termuda di Kabinet Indonesia Maju (sekaligus menteri kedua termuda dalam sejarah RI), Menteri Dito diharapkan mendorong transformasi kepemudaan yang lebih masif dan inklusif. Hal ini sangat penting dan mendesak di tengah era bonus demografi Indonesia, di mana jumlah usia produktif melampaui usia nonproduktif.

Dalam wawancara dengan media, Menpora Dito menyampaikan beberapa prioritas arahan Presiden Joko Widodo terkait kepemudaan, antara lain kemajuan di bidang kewirausahaan pemuda. Saat ini, secara de facto, sudah cukup banyak inisiatif pemuda terkait kewirausahaan. Bagaimana sebaiknya arah transformasi kepemudaan diusung ke depan di bawah era baru Kemenpora?

Kemenpora dapat memainkan peran strategis sebagai sebuah collaborative hub. Pertama, memfasilitasi keterlibatan pemuda secara komprehensif dalam proses pembuatan kebijakan, agar semangat kepemudaan senantiasa menyala dalam berbagai program prioritas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Semangat yang dibawa adalah pemuda sebagai mitra kebijakan, bukan sekadar obyek atau audiens semata.

Kedua, Kemenpora dapat memfasilitasi agar berbagai ide dan karya kewirausahaan pemuda dapat bertemu dengan ekosistem industri penunjang. Collaborative hub Kemenpora dapat memfasilitasi dukungan bagi ide dan karya kewirausahaan yang ada sampai ”naik kelas” sebagai bisnis sosial yang berkelanjutan dan berdampak. Collaborative hub ini dapat berwujud virtual maupun fisik, antara lain dengan mengoptimalkan idle assets maupun pembiayaan inovatif dari berbagai pihak.

Kemitraan dengan pemuda dalam kebijakan publik

Beberapa tahun terakhir, isu kepemudaan sudah banyak masuk ke dalam diskursus pembuatan kebijakan. Apalagi, Indonesia berada di era yang digadang-gadang sebagai era bonus demografi, di mana mayoritas penduduk merupakan usia produktif, dengan komposisi Milenial dan Gen-Z sebanyak 26 persen dan 28 persen dari total populasi nasional, secara berurutan.

Namun, yang masih umum terjadi saat ini adalah pelibatan pemuda sebagai obyek atau audiens kebijakan semata, bukan mitra. Kebijakan atau program kepemudaan sering kali disusun dari nol dengan hanya melibatkan beberapa organisasi pemuda sebagai audiens atau pengamat. Padahal, ada potensi peran besar pemuda di level implementasi, komunikasi, sampai evaluasi untuk memastikan kontinuitas dan optimalisasi dampak dari kebijakan atau program yang dilangsungkan.

Kebijakan atau program kepemudaan sering kali disusun dari nol dengan hanya melibatkan beberapa organisasi pemuda sebagai audiens atau pengamat.

Sebagai contoh, dalam sebuah forum diskusi bernama Townhall Muda di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada Februari lalu, muncul kesadaran kolektif mengenai besarnya potensi kemitraan antara pemerintah daerah dengan kalangan pemuda dalam pembuatan kebijakan dan program menuju peningkatan kontribusi milenial dalam sistem pertanian, produktivitas lahan pertanian, serta diversifikasi konsumsi pangan lokal.

Sebelum forum tersebut, sektor publik dan pemuda sudah memiliki tujuan yang sama dan modalitas yang dapat saling mengisi, tetapi belum saling tersinergi. Secara paralel dengan proses pembuatan kebijakan publik di Banyumas, sebenarnya ada banyak kelompok pemuda Banyumas yang sudah melancarkan kampanye untuk meningkatkan kontribusi pemuda dalam pembangunan daerah, termasuk pertanian.

Secara paralel juga, ada beberapa wirausaha muda yang sudah menjalankan usaha kafe/restoran yang memanfaatkan pangan lokal. Setelah forum tersebut, barulah tercipta desain kemitraan di mana aktivis-aktivis pemuda mendorong komunikasi kebijakan dan implementasi program Pemerintah Kabupaten Banyumas, dan pengusaha kafe/restoran muda meminjamkan venue untuk diskusi-diskusi kebijakan dengan nuansa yang lebih muda dan dinamis.

Peran strategis Kemenpora

Di sini letak potensi peran Kemenpora yang baru di bawah Menpora Dito. Kemenpora bisa berperan strategis sebagai collaborative hub, atau tempat di mana berbagai representasi dan inisiatif pemuda di berbagai titik berkumpul. Data yang terkumpul kemudian dapat difasilitasi sinerginya dengan kementerian/lembaga dan dinas di daerah yang relevan.

Sinergi yang dimaksud perlu berlandaskan semangat ”pemuda sebagai mitra kebijakan”, bukan sekadar obyek atau audiens. Di satu sisi, pemuda dapat memainkan peran yang lebih aktif dalam menentukan arah dan implementasi kebijakan dan program yang sejatinya diperuntukkan untuk mereka. Di sisi lain, kementerian/lembaga dan dinas pun dapat mengurangi potensi duplikasi program dan meningkatkan optimalisasi penggunaan sumber daya operasional.

Gotong royong dengan industri

Kedua, collaborative hub Kemenpora pun dapat memfasilitasi agar berbagai ide dan karya kewirausahaan pemuda dapat bertemu dengan ekosistem industri penunjang sehingga bisa ”naik kelas” sebagai bisnis sosial yang berkelanjutan dan berdampak. Dukungan yang diberikan dapat berupa apresiasi/endorsement pemerintah, pendanaan (secara tunai dan in-kind), peer networking, dan senior mentorship, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks lokal di mana kewirausahaan tersebut dijalankan.

Collaborative hub ini dapat berwujud virtual dan fisik, serta pembangunannya pun dapat mengusung semangat gotong royong masyarakat Indonesia, antara lain dengan memanfaatkan idle assets ataupun pembiayaan inovatif dari kementerian/lembaga, pemda, BUMN/BUMD, dan sektor swasta/filantropi yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap isu kepemudaan.

Sebagai contoh, collaborative hub ini dapat memanfaatkan aset-aset gedung BUMN/BUMD dan pemda yang jarang terpakai. Banyaknya event/aktivitas yang difasilitasi collaborative hub menjadi sumber pemasukan bagi pemilik aset gedung, dan memberikan manfaat ilmu, jejaring, dan pendanaan bagi para wirausaha muda lokal.

Salah satu kisah sukses adalah Solo Technopark yang menjadi living hub bagi mahasiswa dan wirausaha muda untuk berjejaring dan bertukar ilmu dengan industri dan aktor pemda di sektor ekonomi digital.

Catatan penutup

Gotong royong adalah kunci keberhasilan program dan kebijakan kepemudaan di Indonesia, termasuk untuk isu kewirausahaan. Kemenpora diharapkan menjadi salah satu aktor sentral dalam mewujudkan tata kelola kolaboratif (collaborative governance), yakni aksi-aksi konkret yang mengoptimalkan modalitas berbagai sektor berbeda antar-kementerian/lembaga, industri, dan generasi.

Recent Posts

Trilema Bakal Calon Presiden Indonesia 2024, Trilema Energi

Opini oleh Huud Alam, Enterprise Implementation Specialist di Zeroe dan Fellow di Global Future Fellows on Energy. Artikel pertama kali dipublikasikan oleh CNBC. Suasana jelang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 terasa semakin hangat. Masyarakat...

Towards an equitable EU–ASEAN green deal

Written by Brasukra G Sudjana, Vriens and Partners, and Cazadira F Tamzil, Pijar Foundation. Originally published in the East Asia Forum  The European Green Deal has caused concerns among emerging markets, especially ASEAN member states. The Green Deal is an array of...

Menciptakan Ekosistem Berkelanjutan bagi Cendekia-Wirausaha

Opini oleh Ruth Angela Christie Kirana, Manajer Program Lestari. Artikel dipublikasi pertama kali oleh CNBC. Jalan menuju Generasi Emas 2045 akan dipenuhi dengan disrupsi. Oleh karena itu, para pemikir muda yang berjiwa wirausaha sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan...