Relasi Kendaraan Listrik dan Target Pengurangan Emisi RI

Insights
Feb 22, 2023
Relasi Kendaraan Listrik dan Target Pengurangan Emisi RI

Opini oleh Hasintya SaraswatiPolicy Specialist (Energy and Sustainability) Global Future X. Pertama kali diterbitkan di CNBC Indonesia.

Indonesia telah menunjukkan komitmen yang semakin kuat terhadap target pengentasan masalah iklim yang tertulis dalam Perjanjian Paris. Pada September 2022 lalu, Indonesia telah melaporkan dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDCs), yang menyatakan peningkatan target pengurangan emisi yang semula berada di angka 29% menjadi 31%. Sektor transportasi menjadi sektor yang secara khusus krusial bagi strategi mitigasi perubahan iklim Indonesia, sebagaimana sektor ini memakan 44% dari seluruh konsumsi energi final nasional. Untuk mencapai tujuan iklim tersebut, Indonesia sangat membutuhkan sebuah ekosistem transportasi yang lebih menerapkan prinsip berkelanjutan.

Kebutuhan Indonesia terhadap sistem transportasi berkelanjutan bersinggungan dengan terjadinya perubahan landskap global di bidang otomotif, dengan adanya daya tarik yang semakin tinggi terhadap keberadaan kendaraan listrik/electric vehicle (EV). Keberadaan EV muncul sebagai salah satu solusi dinamis bagi pasar ekonomi ramah lingkungan. Secara global, penjualan EV telah mengalami tren yang senantiasa meningkat tiap tahunnya, ditunjukkan dengan adanya 6,6 juta unit yang terjual pada tahun 2022 – dua kali lipat dari jumlah pada tahun sebelumnya dan empat kali lipat dari pangsa pasar pada tahun 2019.

Dengan menyadari keuntungan yang diberikan oleh sektor EV bagi strategi pembangunan berkelanjutan Indonesia, Pemerintah Indonesia telah memberi mandat untuk mengakselerasi perkembangan industri EV melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan, dan berbagai target-target nasional yang ambisius, seperti pengadaan 400 ribu unit mobil listrik, yang mana akan mencakup 20% dari seluruh jumlah kendaraan bermotor yang beredar di dalam negeri pada tahun 2025.

Pemerintah telah menetapkan sebuah landasan yang kuat. Namun, untuk mengakselerasi penerapan EV di Indonesia, kita membutuhkan sebuah lingkungan penyokong (ekosistem) yang dapat membawa visi tersebut dengan lebih komprehensif. Ekosistem tersebut perlu memanfaatkan kesadaran akan isu iklim di Indonesia yang semakin kuat untuk memastikan: peningkatan keterampilan lokal, integrasi inovasi lokal dengan ekosistem transportasi yang lebih luas, dan penetapan regulasi teknis yang bersifat suportif. Untuk benar-benar menerapkan prinsip berkelanjutan, solusi bagi dunia transportasi tidak hanya serta-merta berfokus pada penurunan emisi – namun juga mempertimbangkan konteks-konteks spesifik suatu negara.

Mengatasi Krisis Talenta Terampil di Bidang EV

Untuk mempercepat penerapan EV di Indonesia, pertama kita perlu memastikan peningkatan keterampilan dari para tenaga kerja nasional yang sudah ada di bidang transportasi dan sektor-sektor terkait, termasuk produksi baterai. Sebagai pemilik dari salah satu cadangan nikel terbesar di dunia (Sebanyak 814,000 ton diproduksi pada tahun 2022, yang berkontribusi pada 47% dari keseluruhan produksi nikel global), Indonesia telah memiliki sumber daya alam yang diperlukan dalam pengembangan EV. Sudah waktunya Indonesia untuk menyandingkan kekayaan alam yang dimiliki dengan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.

Hingga kini, Indonesia masih kekurangan lulusan perguruan tinggi di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM), yang mana sangat berdampak pada hulu produksi EV. Salah satu contoh spesifik dari kesenjangan keterampilan tersebut dapat dilihat pada aspek pengintegrasian peranti lunak, terlebih antara baterai, komponen-komponen EV, dan fitur-fitur keamanan.

Isu ini berkaitan dengan permasalahan isu pendidikan di bidang STEM. Salah satu statistik menunjukan bahwa hanya 10% dari keseluruhan permintaan pasar domestik Indonesia terhadap lulusan berlatar belakang teknik yang telah berhasil dipenuhi. Ditambah lagi, dengan adanya kesenjangan dengan apa keahlian yang diajarkan di sekolah dan ekspektasi industri, Bank Dunia mengestimasi adanya kekurangan sebanyak 9 juta terhadap kebutuhan tenaga kerja terampil dan semi-terampil di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia di antara tahun 2015 hingga 2030.

Terlepas dari kiasan umum, keilmuan sosial juga memainkan peranan krusial dalam akselerasi penerapan EV. Salah satu contoh dari hal ini adalah bidang pendidikan ilmiah, yang mana berperan dalam mewujudkan jejaring yang lebih luas dan komprehensif antara institusi pendidikan dengan industri EV lokal. Kita membutuhkan lebih banyak praktisi pendidikan yang dapat menghubungkan murid-muridnya terhadap industri EV, dengan cara yang dapat mengintegrasikan kondisi unik dan kebutuhan dari setiap lingkungan lokal. Hal ini dapat dilakukan melalui pemetaan talenta-talenta berkualitas sedini mungkin, pengenceran program magang di industri terkait, dan mengatasi tantangan dalam proliferasi inovasi lokal.

Inkubasi Inovasi Lokal

Laju transisi suatu negara menuju ekosistem EV juga turut dipengaruhi oleh sejauh mana EV dapat menyesuaikan diri dengan pola sosio-ekonomi dan perilaku setempat. Hal ini lantas menjadi nilai penting bagi formulasi inovasi EV dalam negeri. Para inovator EV lokal memiliki kesempatan yang cukup banyak untuk mengembangkan solusi yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan mengkomunikasikan hal tersebut kepada komunitas setempat.

Baru-baru ini, Indonesia telah mengalami pertumbuhan dalam landskap startup di bidang EV. Beberapa contoh dari startup Indonesia di bidang EV adalah CIRCA, ASTROBIKE, dan KATALIS yang berfokus pada pengembangan kendaraan listrik roda dua – tipe kendaraan yang paling sering digunakan di Indonesia. Pada sektor ini, pemerintah Indonesia telah mencanangkan transisi EV menyeluruh untuk 13 juta motor di Indonesia pada tahun 2030.

Dengan demikian, kita perlu meng-inkubasi berbagai startup lokal sehingga mereka dapat turut andil dalam ekosistem yang lebih besar (seperti berkolaborasi dengan mitra industri yang lebih pengalaman). Hal ini akan menguntungkan kedua belah pihak – para inovator dalam negeri akan lebih berkembang, sementara pelaku industri tidak perlu untuk melakukan transisi EV dari nol dan dapat memastikan pengembangan EV yang berbasis pada konteks lokal.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir kerap kali menekankan pentingnya transisi para BUMN menuju EV. Perseroan Terbatas Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) merupakan salah satu BUMN yang merintis langkah tersebut. PT PLN berkolaborasi dengan Future Lestari, baru saja meluncurkan PLN Elevation, sebuah program yang memberdayakan startup dalam negeri yang bergerak di bidang keberlanjutan lingkungan untuk menguji kecocokan produk mereka terhadap pasar. Dengan laju pembangunan ekosistem EV domestik yang semakin cepat, tidak lagi dimungkiri semakin banyak BUMN dan institusi lain yang akan bergabung untuk menguatkan momentum terhadap pembangunan ekosistem transportasi yang lebih berkelanjutan.

Menetapkan Regulasi Teknis yang Mendukung

Kebijakan dan regulasi harus dapat mendukung penyaluran talenta dan inovasi yang lebih menyeluruh. Indonesia telah mendorong investasi di bidang EV, terlebih pada aspek produksi baterai. Pada tingkatan yang lebih tinggi, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 dan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022, dan berbagai target-target ambisius lainnya.

Hal tersebut berujung pada penandatangan kesepakatan miliaran rupiah dengan perusahaan asal Korea Selatan dan China untuk menciptakan sebuah rantai pasokan EV yang lengkap di Indonesia. Namun, Indonesia masih perlu untuk lebih transparan dan inklusif dalam penetapan regulasi di tingkatan yang lebih praktikal untuk mempromosikan EV sebagai pengganti kendaraan pembakaran internal. Sebagai contoh, sebuah regulasi fiskal dan insentif non-fiskal yang lebih suportif akan lebih menggait lebih banyak investor, pelaku industri, dan para perintis pengguna EV. Hal ini penting jika pemerintah hendak menjadikan Indonesia sebagai lingkungan yang menguntungkan bagi para mitra asing yang tengah melirik untuk memperluas pangsa pasar di Asia.

Dukungan dari kebijakan-kebijakan terkait pendirian infrastruktur pengisian daya juga diperlukan. Lebih banyak kendaraan listrik di jalan akan membutuhkan infrastruktur pengisian daya yang lebih baik dan lebih luas. Akses terhadap fasilitas ini di wilayah pemukiman dan komersial dapat dilakukan melalui peraturan bangunan, seperti yang diterapkan di Atlanta, Amerika Serikat, ketika hal pemerintah setempat mengeluarkan peraturan “EV ready” pada tahun 2017, yang mengharuskan sistem kelistrikan di kawasan pemukiman dan parkir kendaraan untuk mengakomodasi stasiun pengisian daya EV.

Kita memerlukan lebih banyak kerangka, seperti diskusi lintas-pihak, mendorong terjadinya dialog berkelanjutan antara pembuat kebijakan dan pengguna EV untuk memastikan dukungan kebijakan yang efektif bagi negara. Pengguna kendaraan listrik cenderung memiliki variasi preferensi yang cukup beragam terkait dengan insentif kebijakan EV; lantas menjadi dasar bagi diformulasikannya pendekatan yang lebih heterogen. Kerangka untuk pertukaran pengalaman dan wawasan lintas-negara dan dalam negeri akan sangat krusial untuk diskusi tersebut. Beragam skema pajak karbon yang menyasar berbagai kelompok sosio-ekonomi, seperti pajak yang lebih tinggi untuk kelompok berpenghasilan tinggi, atau insentif untuk mendapat keuntungan moneter, adalah beberapa pendekatan yang dinilai berhasil memberi dampak.

Mengakselerasi Transisi menuju Kendaraan Listrik di Indonesia

Meskipun tantangan untuk meng-elektrifikasi kendaraan bermotor di Indonesia masih cukup besar, kesempatan untuk mengubah cara kita dalam berkendara pun turut terbuka lebar. Penerapan EV merupakan sebuah elemen krusial untuk mencapai moda transportasi yang lebih berprinsip berkelanjutan dan akselerasi dari sektor tersebut bergantung pada berbagai hal. Beberapa di antaranya meliputi pengembangan tenaga kerja berkualitas, akomodasi inovasi lokal, dan penetapan regulasi pendukung. Pembangunan angkatan kerja yang dapat berkembang pesat sangat dibutuhkan untuk mendukung pengembangan ekosistem EV. Merajut inovasi EV dan model bisnis yang sesuai dengan kondisi spesifik Indonesia juga cukup esensial. EV harus dapat terjangkau, nyaman, dan menarik bagi pengguna prospektif. Terakhir, kebijakan yang dapat mendukung pasar EV akan sangat menguatkan proses pengarahan dan akselerasi adopsi EV di fase formatifnya.

Recent Posts

Trilema Bakal Calon Presiden Indonesia 2024, Trilema Energi

Opini oleh Huud Alam, Enterprise Implementation Specialist di Zeroe dan Fellow di Global Future Fellows on Energy. Artikel pertama kali dipublikasikan oleh CNBC. Suasana jelang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 terasa semakin hangat. Masyarakat...

Towards an equitable EU–ASEAN green deal

Written by Brasukra G Sudjana, Vriens and Partners, and Cazadira F Tamzil, Pijar Foundation. Originally published in the East Asia Forum  The European Green Deal has caused concerns among emerging markets, especially ASEAN member states. The Green Deal is an array of...

Menciptakan Ekosistem Berkelanjutan bagi Cendekia-Wirausaha

Opini oleh Ruth Angela Christie Kirana, Manajer Program Lestari. Artikel dipublikasi pertama kali oleh CNBC. Jalan menuju Generasi Emas 2045 akan dipenuhi dengan disrupsi. Oleh karena itu, para pemikir muda yang berjiwa wirausaha sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan...